#Eaaa – Coboy Junior dan Winx (Part 12)

For U, For Me and For Us

Hari ini hari terakhir Iqbaal berperan dalam sinetron Hanya Kamu. Seperti perkataannya dahulu, dia akan mundur dari sinetron ini. Dia akan lebih memfokuskan pada pendidikan sekolah. Untungnya, sutradara dan produser sinetron Hanya Kamu setuju dengan keputusan Iqbaal. Mereka tidak banyak tanggapan ketika Iqbaal mengutarakan keputusannya.

Sebagai hari terakhir, Iqbaal tidak ingin meninggalkan jejak kebencian, khususnya pada cewek mungil yang telah menarik sedikit perhatiannya. Dengan segera – setelah selesai syuting – Iqbaal melangkah kaki mendekati Bella. Cewek yang didatangi itu hanya memandang Iqbaal dengan tatapan tanpa ekpresi. Sepertinya dia siap mendengarkan setiap kalimat dari Mr. Behel tersebut.

“Bisa kita bicara sebentar?” pinta Iqbaal yang seketika dianggukkan kepala oleh Bella.

Iqbaal membalikkan badan. Dia kembali melangkahkan kaki menuju lapangan parkir sekolah – tempat lokasi syuting – yang sedang sepi. Bella mengikutinya dari belakang. Ketika sampai di lapangan luas itu, Iqbaal duduk di salah satu motor yang tak tahu siapa pemiliknya. Tangannya mempersilahkan Bella untuk memilih tempat duduk di salah satu motor yang lain.

“Jadi apa yang mau kamu katakan?” tanya Bella to the point sembari duduk di salah satu motor. Dia mengambil tempat tepat di samping motor – tempat duduk Iqbaal.

Iqbaal terdiam sejenak. Mencoba untuk menetralisasikan keadaan yang sedikit menengang.

“Saat ini aku tidak ingin pacaran dengan siapa pun?” ujar Iqbaal memulai pembicaraan. “Termasuk pacaran dengan Salsha. Aku ingin fokus dengan sekolah dahulu,” lanjutnya dengan menatap lekat ke manik mata Bella.

“Lalu apa maksud kamu mengatakan itu kepadaku?” tukas Bella sedikit membentak. Hatinya sedikit merasa tertekan dengan perkataan Bella.. Pengorbanan yang dilakukan selama ini hanya menjadi sia-sia saja.

“Aku minta maaf karena telah menyakitimu. Aku minta maaf karena kamu harus berkorban untukku,” tutur Iqbaal. Kepala menunduk ke bawah. Kakinya mengesek-gesek tanah menandakan rasa tak terdeskripsikan saat ini.

Tes! Akhirnya mata yang tadi sempat berkaca-kaca berubah menjadi tetesan. Ternyata dia tidak tahan untuk terus membendung rasa yang tak berwujud itu. Semuanya perkataan Iqbaal terlihat sangat membenani. Semua perkataan Iqbaal terasa menghunus hati dan merusak salur pernapasan untuknya.

“Jangan menangis!” ujar Iqbaal lembut. Tangannya menghapus air mata yang menjatuhi kedua pipi Bella. Dicubitnya lembut pipi Bella yang sedikit cubby. Berharap dengan cubit itu, Bella dapat menjadi sosok biasanya. Setidaknya dia akan menepis tangan Iqbaal dari pipinya. Tapi ternyata harapan itu tidak terjadi. Bella semakin menangis dalam isakan yang sangat histeris. Iqbaal sedikit panik melihat situasi itu.

Lama juga Bella menangis. Dan Iqbaal hanya membiarkan saja. Hanya tatapan matanya yang terus menelaah setiap tetesan itu. Ternyata keputusannya ini begitu menyakitkan untuk Bella. Buktinya, cewek itu memangis dengan histeris. Buktinya, air mata nan bening terus menetes bak sungai yang mengalir.

“Bisakah kita berteman lagi?” ujar Iqbaal kembali membuka pembicaraan. Tangannya diulurkan untuk bersalaman.

Bella tak menjawab. Pandangannya pun tidak tertuju pada tangan Iqbaal. Kepala terus menunduk dengan deraian air mata yang tidak berhenti. Perlahan, dengan sangat terpaksa Iqbaal menarik uluran tangannya.

“Kita berteman,” ucap Bella menarik uluran tangan Iqbaal.

Mereka bersalaman dalam waktu yang cukup lama. Bibir Iqbaal tersenyum lebar. kaki yang tadi mengesek-gesek tanah, tidak lagi terjadi. Kaki itu kokog berdiri seperti patung Liberty.

Alhamdulillah, akhirnya masalah dengan Bella telah selesai. Meskipun dia tidak bisa menjadi apa yang diharapkan Bella, setidaknya dia masih bisa menjalin pertemanan dengan cewek mungil tersebut.

“Terima kasih,” kata Iqbaal meletakkan tangan kiri di atas salaman mereka.

^&^

Salsha curi-curi pandang kepada Aldi. Pengambilan scene  yang dilakukan oleh Coboy Junior (tanpa Iqbaal) dan Winxs (tanpa Setffi) membuat Salsha berkali-kali memandang Aldi. Ketika cowok itu menatapnya, buru-buru Salsha mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Dan sekali-kali pula dia memandang sepupu mantan kekasihnya itu. Cowok itu terlihat biasa saja. Tetap menjadi sosok Bastian yang selalu hiperaktif.

“CUT!” teriak sutradara menandakan pengambilan scene berakhir.

Coboy Junior dan Winxs spontan menghela nafas panjang. Dengan sigap, mereka menuju tempat istirahat. Meskipun pengambilan scene di dalam indoor, tetapi cukup melelahkan juga. Beberapa kali mereka harus melakukan pengambilan gambar yang menurut strudara tidak bagus. Beberapa kali pula mereka harus melakukan diaolog yang tidak disukai Salsha. Mengapa? Alasannya hanya satu. Dialog itu berupa dialog yang romantis yang ditujukan kepada Aldi. Dia menjadi salah tingkah setiap kali dialog itu terlontar dari mulutnya.

“Hei!” sapa Bastian dan mengambil posisi di samping Salsha.

Salsha hanya memandang sekilas dan beralih memandang tempat sutradara memberikan instruksi. Dia sedikit menghela nafas tidak lega. Bukan orang itu yang sedang diharapkannya saat ini. Jujur, dalam waktu seperti ini dan mengingat pesan singkat dari Bastian, dia benar-benar tidak ingin bertemu dengan cowok tersebut.

“Apa kabar?” seru Bastian berbasa-basi.

“Baik,” jawab Salsha singkat dengan tatapan yang masih tertuju ke arah sutradara.

Keheningan kembali melanda. Tidak ada suara. Sialnya lagi, sekarang hanya ada mereka berdua. Cassie yang tadi menemaninya, kini sudah berpindah ke tempat Naufal. Sepertiya dua sejoli itu kembali menjalin cinta. Lihatlah saja sekarang! Mereka terlihat sangat mesra meskipun ada mama Cassie yang sedang memperhatikan mereka.

“Apa jawaban kamu tentang pernyataan cintaku kemarin?” tanya Bastian yang spontan membuat Salsha kaget. Dia benar-benar tidak mau mendengarkan kalimat itu saat ini.

Keheningan kembali melanda. Salsha hanya diam. Kepalanya terus menunduk ke bawah.

PUK! Bastian meletakkan tangannya di kepala Salsha. Dielus dengan lembut.

“Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Pikirkan saja dulu!” seru Bastian. Kemudian dia melepaskan tangannya dari kepala Salsha dan melangkah pergi. Dibiarkan Salsha yang memandang kepergiannya dengan berbagai ekspresi.

^&^

Apakah aku harus marah? batin Aldi. Matanya tidak sekalipun lepas dari dua sejoli yang tertangkap retina mata. Jemari tangan mengepal takkala Bastian mengelus kepada Salsha dengan lembut. Deru nafas turun naik menggambarkan emosinya.

Ketika Bastian pergi, dengan cekatan Aldi mengambil posisi di samping Salsha. Jelas saja hal itu membuat Salsha tersentak kaget. Terlihat keningnya berkerut. Wajahnya memancarkan ekpresi terkejut. Aldi hanya cengengesan melihat sikap Salsha.

“Sha, sekarang kamu mengambil scene!” teriak Cassie dari lokasi syuting. Cewek bule itu sudah siap untuk melakukan pengambilan adegan selanjutnya.

“Aku ke sana ya, Di?!” pamit Salsha beranjak dari tempat duduknya.

Di dalam hati, dia menghela nafas lega. Tapi kelegaan itu berubah menjadi sikap salah tingkah. Sebuah tangan menghentikan langkahnya. Dia terpaksa membalikkan wajahnya dan menghadap ke sosok tangan tersebut. Ditelusuri setiap ekspresi Aldi. Berharap cowok itu cepat mengatakan tujuannya. Teriakan Cassie terus saja menggema di telinganya.

“Setelah selesai syuting, kita bisa bicara?” pinta Aldi. Tangannya dengan perlahan melepaskan gengaman dari lengan Salsha. “Bisa kan?” ucap Aldi lagi sedikit mendesak.

Salsha terpaksa menganggukkan kepala. Teriakan Cassie sudah membuat harus bertindak tanpa berpikir. Dan hal itu jelas membuat Aldi melepaskan dirinya dengan sukarela.

Salsha berjalan menjauhi Aldi. Tidak sekalipun dia membalikkan wajahnya untuk menoleh ke sosok itu. Kepala terus menunduk. Langkahnya tidak tertuju sesuai keinginan. Terlalu banyak pikiran yang melanda otaknya.

^&^

Kepala Aldi celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan. Matanya jelajatan dan melotot ke arah jalanan, tepatnya ke arah jalan yang menuju parkiran. Sudah tiga puluh menit berlalu, wujud Salsha belum tampak juga. Aldi kembali melirik jam tangan. Microphone di tangannya berulang kaki bergoyang-goyang lemas, mengikuti setiap gerakan tangan menampakkan jam. Gara-gara takut Salsha menunggu, dia tidak peduli dengan microphone hitam. Yah, meskipun dia tahu seseorang pasti sedang menjadi microphone ini.

“Aldi, nunggu siapa?” tanya Bastian sembari menghampiri Aldi.

Aldi tidak menjawab. Lebih tepatnya, dia binggung harus memberikan jawaban seperti apa.

“Salsha?” lirih Bastian dengan suara kecil. Tanpa menunggu jawaban Aldi, dia melenggangkan kakinya dan meninggalkan Aldi yang sedikit menganggukkan kepala.

Aldi kembali melakukan aktivitas beberapa menit lalu. Mencelingak-celinguk kepala. Untungnya beberapa detik kemudian, seorang gadis dengan ekor kuda dan tampak memohon ampun menghampirinya dengan kecepatan cepat yang tak terdeteksi. Bibir Aldi langsung tersenyum sumringah.

“Maaf… aku… telat…,” ucap Salsha dengan ngos-ngosan.

“Ngak apa-apa, aku baru sebentar saja di sini kok,” jawab Aldi sembari tersenyum. “Duduk sini!” lanjutnya dengan menepuk-nepuk pagar pembatas berwarna putih hitam itu.

Salsha ragu-ragu melangkah mendekati Aldi. Dia menatap Aldi sejenak meminta penjelasan. Aldi hanya memamerkan senyum dan kembali menepuk pagar pembatas. Matanya memberi kode isyarat agar Salsha menuruti keinginan.

“Jadi mau bicara apa?” tanya Salsha. Akhirnya dia menduduki juga pagar pembatas itu.

“Masalah kita dan__” tukas Aldi dengan menggantungkan kalimat.

“Bastian,” lanjut Salsha seolah sudah mengerti dengan arah pembicaraan mereka.

Aldi tidak meng-iya-kan apalagi menganggukkan kepala. Jujur, pembicaraan dengan nama sepupunya itu sungguh menghancurkan hati. Terlalu pahit dan keras untuk kehidupan cintanya yang baru menginjak usia 12 tahun.

“Sha,” ucap Aldi memulai pembicaraan mereka.

Detik ini, menit ini, jam ini dan saat ini, dia sudah memutuskan. Pembicaraan ini bukan akhir  dari kisah mereka. Hanya ungkapan sayang yang melengkapi cerita di antara mereka. Hanya untuk bukti bahwa dia memang mencintai cewek di sampingnya kini.

“Aku sungguh menyayangimu. Juga mencintaimu”

Tangan Aldi menggenggam tangan kiri salsha yang terletak indah di sampingnya. Dia genggam erat hingga yakin rasa sayang ini bisa tersampaikan.

“Seharusnya aku tidak berkata seperti ini. Untukmu, kita memang sudah tidak menjalin hubungan apa-apa. Tapi bagiku, kita masih menjalin hubungan,” ujar Aldi.

Dengan spontan Salsha menghadapkan tubuhnya ke arah Aldi. Matanya memandang lekat cowok – yang saat itu – tidak memakai kacamata. Dapat terlihat dengan jelas, ada keseriusan yang terpancar di sana.

“Maaf, aku benar-benar minta maaf,” ucap Aldi lagi.

Aldi semakin mempereratkan genggamannya. Tidak dipedulikan rintihan wajah Salsha yang memendam rasa sakit. Namun wajah itu tidak hanya memancarkan rintihan. Ada seberkas cahaya bening yang menghiasinya. Dia menangis.

“Maaf Sha. Mmm banyak alover yang pindah menjadi ACJR karena kedekatan kita. Jadi saat ini kita berteman aja. Aku sayang sama kamu Sha. Love You!” seru Aldi lembut. Tangan sudah beralih ke wajah Salsha dan menghapus air mata yang turun.

“Iya, aku ngerti kok pekerjaan kamu kamu, Al. Pasti banyak yang envy secara kamu seorang aktris dan keren. Tapi bukan itu alasan sebenarnya kan?” tanya Salsha. Dia menepis tangan Aldi dari wajahnya. Di sorotan tatapan tajam kepada Aldi. “Karena Bastian kamu menerima untuk mengakhiri hubungan ini, kan?”

Aldi kembali mengambil tangan  Salsha. Digenggam lagi dengan erat sembari memamerkan senyuman.

“Harus ya kita putus?” tanya Salsha dengan air mata yang terus jatuh di pipinya. Dia seolah tidak rela dengan keputusan Aldi.

“Sha, aku sungguh minta maaf. Aku sangat menyayangimu tapi aku__”

“Aku ngerti kok,” seru Salsha sebelum Aldi menyelesaikan kalimatnya. “Seharusnya aku tidak boleh menangis seperti ini apalagi berkata seperti tadi. Bukankah aku yang memintamu untuk mengakhiri hubungan ini,” lanjutnya sembari menghapus air mata. Bibirnya menyungging lebar. Dia tersenyum singkat.

“Maaf. Aku tahu kalau ini menyakitimu dan diriku. Tapi aku harus melakukannya untuk aku, kamu dan kita. Untuk sekarang, aku harap kita dapat berteman dengan baik,” ujar Aldi sembari memberikan jari kelingkingannya.

“Semoga kita dapat berteman dengan baik,” seru Salsha mengambil jari kelingking Aldi.

“Terima kasih,” seru Aldi tersenyum.

Salsha hanya menganggukkan kepala singkat sembari melebarkan senyumnya.

^&^

PUK!

Bastian melemparkan tas ranselnya sembarangan. Tidak dipedulikan benda tak bersalah itu terkulai lemas di kaki tempat tidur. Tidak dihiraukan benda segiempat – ponsel – berharga  jutaan rupiah sedikit tergores oleh lantai. Pikirannya sudah tidak bisa mengubris dengan keadaan yang terjadi dihadapannya. Hanya ada segumpal pertemuan Aldi dan Salsha dalam benakknya. Dan hal itu justru membuatnya semakin gelisah. Lebih tepatnya takut terhadap jawaban pernyataan cintanya.

TRIT… TRIT… TRIT… Ponselnya berdering.

Tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk mengambil benda itu. Sesuai perkiraan, cewek itu mengirim pesan kepadanya. Pesan singkat yang mampu membuat hatinya tidak lagi dapat berdetak dengan normal.

“Sialan!” kata Bastian dengan setengah berteriak.

Ponselnya pun tak luput dari korban kekesalan. Dia melempar asal dan untungnya benda itu terjatuh tepat di tengah-tengah tempat tidur.

“Sudah aku duga kalau Salsha akan mengatakan seperti itu. Dan tidak disangka kalau aku harus menerima jawaban penolakan secepat ini,” ucap dengan sedikit geram.

Bastian mendekati kasur. Diambil ponselnya dengan kasar. Matanya menatap lekat seolah tulisan di layar itu menyembunyikan kebohongan.

From : Salsha 08576745XXXX

Maaf! Maaf! Maaf!

Ak sbrnya ingn mnympaikn lngsung

Tpi bbrp hri ini kta mngkin tdk bs brtmu

Winxs da acra d slah stu stasiun TV

Huh! Bastian menghela nafas panjang. Setelah kalimat pembuka ini, dia akan menghapapi kalimat menyakit. Kalimat penolakannya yang sudah diduga sebelumnya.

Saat ini ak tdk ingn menjaln hbngan

Ak msh ingn sndri

Jdi

Ak bnr2 mnta maaf

Ak tdk bs mmblas prasaanmu

“Sialan!” umpat Bastian lagi berteriak.

Dia kembali melemparkan ponselnya ke tempat tidur. Nyaris jatuh ke lantai.

“Bas, ada apa?” ucap mama Lisa.

“Tidak apa-apa kok, Ma,” jawab Bastian tanpa basa-basi.

“Benaran kamu tidak apa-apa?”

“Ya,” jawab Bastian singkat.

“Kamu  ada acara ngak?” tanya mama Lisa. Suara terdengar jelas. Dia sudah berada di balik pintu.

“Kenapa, Ma?”

“Kamu bisa temani mama sebentar?”

Bastian membuka pintu. Mama Lisa berdiri di depan pintu dengan tas yang tergantung indah di tangannya. Pakaian yang melekat ke tubuh terlihat rapi. Berbeda daripada biasanya. Dan Bastian tidak perlu menebak untuk mengetahui tujuan wanita itu.

“Baiklah, Ma!” jawab Bastian sembari menutup pintu. Dia melangkahkan kaki meninggalkan mamanya yang sedikit terpaku.

“Benaran kamu mau ikut? Biasanya kamu selalu menolak bila mama minta menemani,” ujar mama Lisa mengekori Bastian.

“Hanya ingin menenangkan hati,” jawab Bastian dan langsung masuk ke dalam mobil.

Mama Lisa menggelengkan kepala sedikit. Tidak mengerti dengan jalan pikiran anak bungsunya itu. Bastian terlalu susah untuk diprediksikan. Contohnya seperti saat ini.

Dia masih ingat jelas bagaimana Bastian bersikap setiap kali mengajaknya. Banyak alasan yang selalu diutarakan untuk menolak. Banyak kegiatan yang selalu diujarkan sebagai tameng. Banyak pula imbuhan yang membuatnya selalu lepas dari ajakan. Dan kini, dia denan sukarela masuk ke dalam mobil. Tanpa perintah dan rengekan, Bastian mau menemaninya.

^&^

“Kok telat? Bastian mana?” tanya Iqbaal sembari memandang ke arah pintu masuk.

“Tidak tahu, Bal,” geleng Aldi.

“Memangnya dia tidak berangkat bareng kamu?”

Aldi kembali mengeleng. Tidak. Beberapa menit lalu dia mengirim pesan, mengajak pergi bareng, tetapi tidak ada satu balasan pun yang diterima. BBM-an pun tidak dibalas. Tidak ada kabar yang terdengar. Cowok berstatus sepupunya itu seolah hilang ditelan masa.

“Udah lengkap?” tanya Bang Kiki tiba-tiba sudah berdiri dihadapan mereka. “Sebentar lagi kita harus syuting. Mbak asty sudah menunggu di lokasi,” lanjut Bang Kiki sembari menunjukkan host acara Nguglik yang sedang berbincang-bincang dengan pemilik toko kue  – tempat lokasi syuting.

“Hosh… hosh… hosh… sori telat!” ujar Bastian yang sontak membuat teman-teman memandang heran. Mereka terkejut.

“Bas, kamu__”

“Ya bang, aku potong rambut. Gimana?” seru Bastian cengar-cengir. Dia memain-mainkan rambutyang yang berubah gelombang kribo, memamerkan.

“Kamu sakit, Bas?” tanya Iqbaal memegang keninganya.

“Nggak,” tepis Bastian. “Aku baik-baik saja. Memangnya salah kalau aku mengubah style-ku seperti ini?”

“Tidak, hanya__” jawab Bang Kiki dan Iqbaal serempak.

“Yang penting baguskan?” ucap Bastian masih cengar-cengir tidak jelas.

Sementara itu, Aldi memandang pembincangan yang masih berlanjut dengan kerutan di kening. Dia sudah lama mengenal Bastian, mungkin hampir seluruh hidupnya. Dan hari ini dia sungguh berbeda. Bukan hanya gaya rambutnya tetapi pandangan mata yang tidak ingin menatap lekat ke arahnya. Ada sebersit kekesalan yang berbeda daripada biasanya.

Apakah karena Salsha? batin Aldi dalam hati.

^&^

“Sha, temani aku beli kado dong?” seru Bella manja di dekat Salsha.

“Untuk siapa?” tanya Salsha mengeryitkan alis tinggi.

Tampak sekali kalau Salsha sedang terkejut. Bella kembali ke sosok yang dahulu. Sifat manja dan ceria. Dia tidak lagi menjadi sosok yang tidak dikenalnya beberapa bulan ini. Tanpa sadar, Salsha mengembangkan senyum dan merangkul pundak Bella. Bla… bla… bla…

Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah cerita antara Coboy Junior dan Winxs akan Happy Ending atau Sad Ending? Atau apakah cerita fanfiction ini berakhir di part 12 saja?

NB : Bila komentatornya sudah berjumlah 140, saya baru akan memposting fanfiction selanjutnya dengan tema baru dan judul baru. Jangan lupa follow twitter @siska_khai. Terima kasih!